PERSAHABATAN
SENIKMAT MARTABAK PELANGI
Cerpen
Monica Rizqi Fatmawati
Pada pagi yang cerah, saat mentari mulai
menampakkan sinarnya dan terdengar kicauan burung yang menyambut hangatnya
pagi. Di depan sebuah rumah kontrakan yang kira-kira memiliki panjang delapan
meter dan lebar tiga meter terlihat dua orang laki-laki yang sedang
bersiap-siap untuk pergi mencari rezeki. Mereka berdua adalah Bima dan Zayyin,
laki-laki yang sama-sama berusia dua puluh satu tahun dan merupakan teman akrab
sejak SMA itu adalah penjual martabak manis atau yang sering disebut martabak
terang bulan, karena bentuknya yang mirip seperti bulan namun ada juga yang
menyebutnya sebagai martabak bangka. Martabak merupakan makanan khas yang
berasal dari kota kecil yang berada di provinsi Jawa Tengah yang juga terkenal
dengan bahasa 'ngapak'-nya yaitu Kota Tegal tepatnya di Desa Lebaksiu,
Kabupaten Tegal. Makanan ini terbuat dari campuran tepung terigu, soda kue,
telur ayam, santan, air, dan ragi yang kemudian dipanggang diatas penggorengan
besi tebal khusus sehingga adonan kue itu menjadi matang dan bersarang. Sebagai
topping biasanya diberikan taburan gula butir, meses, dengan biji wijen dan
kacang tanah yang dicacah, atau parutan keju yang disiram susu kental manis dan
diolesi mentega dan margarin yang cukup banyak. Makanan ini juga memiliki
banyak varian rasa, diantaranya: coklat, strawberry, nanas, keju, ketan hitam,
kacang, dan masih banyak lainnya.
Setiap hari, Bima dan Zayyin berangkat dari
rumah kontrakannya sekitar pukul enam pagi dan membutuhkan waktu sekitar lima
belas menit untuk sampai di Pasar Lebaksiu, yang tidak lain adalah tempat
mereka berjualan. Sekitar dua bulan yang lalu mereka berdua mulai menjual
martabak, walaupun mereka terbilang masih baru namun pembelinya sudah cukup
banyak, bahkan mereka sudah memiliki banyak pelanggan dan rasa martabaknya
tidak diragukan lagi. Tidak heran, karena salah satu dari mereka yaitu Bima
pernah bekerja di salah satu Kedai Martabak ternama di Jakarta, dan dari situ
dia berencana untuk berjualan martabak dengan mengajak teman akrabnya dari SMA
yaitu Zayyin. Awalnya setelah lulus dari SMA, mereka berdua berniat ingin
melanjutkan ke perguruan tinggi, namun siapa sangka karena keduanya berasal
dari keluarga yang kurang mampu harapan keduanya untuk melanjutkan ke perguruan
tinggi itu harus pupus, dan membuat mereka berdua merantau ke Jakarta untuk
mencari pekerjaan. Namun apa yang terjadi tidak seperti yang mereka berdua
harapkan, mereka berdua tidak langsung mendapatkan pekerjaan di kota yang
terkenal dengan macet dan banjirnya itu. Namanya juga hidup, terkadang hidup
itu seperti sebuah kopi, sesempurna kopi yang kita nikmati, kopi juga memiliki
punya sisi pahit yang juga akan kita rasakan. Mungkin ini salah satu sisi pahit
dari kehidupan Bima dan juga Zayyin. Namun karena hasil kerja keras dan
kesabarannya, Bima mendapatkan pekerjaan disalah satu Kedai Martabak ternama di
Jakarta, sedangkan Zayyin bekerja sebagai penjual roti keliling. Walaupun
mereka berdua hanya bisa mendapatkan pekerjaan tersebut, mereka berdua tetap
bersyukur karena mereka percaya bahwa jika menginginkan hasil yang besar, kita
harus memulainya dari hal terkecil, dari bawah dan dari nol terlebih dahulu.
Setelah sekitar satu tahun mereka merantau di Jakarta, mereka berdua kembali ke
kampung halamannya yaitu Desa Lebaksiu. Dari sini mereka memulai bisnis untuk
berjualan martabak, dengan modal dari hasil kerja mereka berdua selama di
Jakarta, akhirnya mereka memulai bisnis yang di rencanakan oleh Bima.
Setelah mereka berdua sampai di tempat
berjualan, mereka segera menyiapkan gerobak serta alat dan bahan yang sudah
mereka bawa dari rumah. Karena sudah ada beberapa pembeli yang sudah menunggu
untuk membeli martabaknya. Martabak mereka memang banyak pembelinya, terlihat
saat mereka yang baru saja datang namun sudah ada beberapa pembeli yang membeli
martabaknya, bahkan sebelum mereka datang ke tempat berjualan saja sudah ada
pembeli yang menunggunya.
Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, waktu
dimana Bima dan Zayyin untuk segera berkemas dan pulang ke rumah kontrakannya.
Mereka memang berjualan sampai malam, jadi mereka berdua berjualan dari pagi
sampai siang, dan melanjutkannya saat sore kemudian sampai malam.
Setelah sampai, mereka berdua duduk santai
didepan rumah kontrakannya sambil menikmati kopi yang telah dibuatkan Bima.
Mereka berdua memulai obrolannya.
"Akhirnya bisa istirahat juga ya,
Bim." ucap Zayyin memulai obrolannya dengan Bima.
"Iya, tapi syukuri aja martabak kita laris
manis." balas Bima.
"Iya, Bim. Oh ya, coba lo itung dulu
uangnya, kayaknya dapet banyak deh, soalnya martabak kita terjual sampe
habis."
"Iya bentar, gue ambil dompetnya
dulu." ucap Bima sambil beranjak dari duduknya untuk mengambil sebuah
dompet yang dia letakkan di atas lemari.
"Nih, lo aja yang ngitung." Zayyin
memberikan dompet tersebut kepada Bima.
"Yaelah disuruh ngitung aja nggak mau,
nggak bisa ngitung atau gimana? Haha yaudah sini." ledek Bima.
"Terserah deh mau ngomong apa."
jawab Zayyin kesal.
"Wih, dapet tujuh ratus delapan puluh
ribu nih, gila banyak banget coy." ucap Bima setelah menghitung uang yang
ada di dalam dompet tersebut.
"Alhamdulillah. Semoga seterusnya dapet
segitu terus, kalo bisa sih nambah hahaha."
"Amin, yaudah minum dulu tuh kopinya,
keburu dingin." suruh Bima.
Obrolan mereka pun terhenti karena waktu
menunjukkan semakin malam, ini berarti mereka harus segera beristirahat,
mempersiapkan tenaganya untuk besok pagi karena mereka harus bangun pagi dan
berjualan seperti biasanya.
Hari berganti minggu, martabaknya semakin
laris manis dan sering habis.
Di sisi lain, dibalik laris manisnya martabak
yang di jual oleh Bima dan Zayyin ada penjual martabak lainnya yang memandang
sinis, pandangan yang dapat di artikan tidak suka kepada keduanya. Dia adalah
Lukman, laki-laki yang berumur tiga tahun lebih tua dari Bima dan Zayyin yang
sudah menjadi penjual martabak sekitar satu tahun yang lalu. Martabaknya memang
sudah dikenal terlebih dahulu oleh banyak orang, namun sayangnya dia merupakan
penjual yang kurang ramah kepada pembelinya sehingga banyak yang enggan untuk
membeli martabaknya. Lukman tidak berjualan sendiri, dia terkadang dibantu oleh
adik perempuannya yang bernama Ica, dia merupakan perempuan yang cantik, baik
dan ramah, tidak heran jika banyak laki-laki yang suka kepadanya.
"Sial, semenjak mereka berdua jualan di
sini, martabakku jadi sepi pembeli." ucap Lukman kesal dalam hati sambil
mengamati Bima dan Zayyin yang sedang membuatkan martabak untuk pembelinya.
"Kak." panggil Ica.
"Kakak" panggil Ica lebih keras
lagi.
"Kakak!!" teriak Ica dan akhirnya
sang kakak pun menoleh ke arahnya.
"Apa sih? Nggak usah pake teriak-teriak
segala bisa kan? Emang kamu kira kakak itu tuli ya." omel Lukman.
"Iya iya maaf kak, lagian tadi
dipanggil-panggil nggak noleh sih jadi ya gue teriak hehe ngomong-ngomong lagi
ngeliatin apa sih kok serius banget?" tanya Ica penasaran.
"E.....enggak kok, nggak lagi ngeliatin
apa-apa." elak Lukman.
"Hm yaudah deh. Oh ya dua laki-laki yang
jual martabak di seberang sana ganteng ya."
"Hah? Lo suka sama mereka ya?"
"Hahaha yakali gue suka sama dua orang
sekaligus, gue sih lebih suka sama yang bajunya warna biru." jelas Ica
sambil menunjuk Bima.
"Mau yang warna biru kek, merah atau
apapun itu kakak nggak suka kalo lo suka sama penjual martabak itu."
"Loh? Emangnya kenapa kak? Aneh banget
sih."
Tanpa menjawab pertanyaan dari adiknya, Lukman
langsung meninggalkan Ica dan pergi ke sebuah toko untuk membeli beberapa bahan
yang dibutuhkan.
Ica heran dan memandangi kakaknya yang
langsung pergi meninggalkannya tanpa menjawab pertanyaannya terlebih dahulu.
Di sisi lain ternyata diam-diam Bima melihat
Lukman yang terlihat tidak menyukai keberadaanya untuk berjualan martabak, terlihat
tidak ada satu orang pun yang membeli martabak yang dijual Lukman. Bima juga
melihat saat Lukman dan adiknya yang sempat berdebat sedikit, dan dia juga
memperhatikan adik Lukman yang tidak lain adalah Ica. Dia sepertinya menyukai
Ica, menurutnya dia adalah perempuan yang baik, lucu, dan mandiri.
"Perhatiin penjual martabak di seberang
kita deh, kayaknya dia nggak suka sama kita ya." ucap Bima kepada Zayyin.
"Dia iri kali sama kita, liat aja nggak
ada yang beli."
"Hus, jangan gitu lah."
"Emang bener kan? Yaudah sih nggak usah
perduliin, nggak penting banget. Haha."
Sambil menikmati kopi di beranda rumah
kontrakannya, Bima dan Zayyin pun berbincang-bincang.
"Bim, gue lagi suka sama cewek, dia
cantik, kelihatannya juga baik dan dia suka bantuin kakaknya. Menurut lo
gimana?"
"Emang kalian udah saling kenal? Ajak
kenalan dulu kali."
"Belum sih, nunggu waktu yang tepat
dulu."
"Ngomong-ngomong kok kita sama ya? Gue
juga lagi suka sama cewek, dia juga cantik, baik, lucu, suka bantuin orang
lain, kelihatannya juga dia cewek yang mandiri."
"Masa sih? Loh kok bisa kebetulan gini
ya? Hahaha terus lo udah tau namanya?"
"Belum lah hahaha besok mau gue ajak
kenalan. Kalo udah jadian entar gue kenalin sama lo deh."
"Hahaha oke."
Dua hari berlalu, Bima sedang berada di sebuah
supermarket, dia sedang membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat
martabak, Bima tidak bersama Zayyin, karena dia sedang tidak enak badan. Di
dalam supermarket tersebut tidak disangka ternyata Bima bertemu dengan Ica,
perempuan yang bisa membuatnya jatuh hati pada pandangan pertama. Tidak
disengaja keduanya mengambil sebuah bahan yang saat itu hanya ada satu, dan
kedua tangan mereka saling bersentuhan.
"Maaf." ucap Ica.
"Iya nggak apa-apa kok. Aku yang
seharusnya minta maaf." balas Bima.
Ica memberi sebuah anggukan tanda tidak
apa-apa, dia merasa salah tingkah jika berada di dekat Bima, orang yang dia
sukai dan yang membuatnya buru-buru pergi dari tempat semula dan tidak jadi
mengambil bahan yang sebenarnya sangat dia butuhkan.
"Eh tunggu!" cegah Bima.
"Kenapa?" Ica menoleh dengan pipi
yang warnanya berubah menjadi sedikit merah.
"Lo nggak jadi beli bahan ini?"
"Enggak, itu buat lo aja entar gue beli
di supermarket yang lain."
"Oh yaudah deh, makasih ya,
ngomong-ngomong lo cewek yang jual martabak di seberang martabak gue kan?"
"Iya, tapi itu martabak punya kakak gue,
gue cuma bantuin dia."
"Oh ya, gue Bima, nama lo siapa?"
"Gue Ica."
"Salam kenal ya, oh ya mau pulang bareng
nggak? Sekalian gue anterin lo beli bahan di supermarket lain."
"Nggak usah deh, entar ngerepotin."
tolak Ica.
"Enggak kok, sekalian buat tanda
pemintaan maaf gue, mau ya?"
"Yaudah deh."
Kemudian mereka berdua berjalan bersama ke
kasir untuk membayar bahan-bahan yang mereka beli, dan setelah itu Bima
mengantar Ica ke supermarket lain untuk membeli bahan yang belum sempat Ica
beli. Setelah selesai, Bima mengantarkan Ica pulang sampai ke rumahnya dan dia
pamit untuk segera pulang.
Setelah sampai di rumah kontrakannya, Bima
segera masuk dan menemui Zayyin. seperti ada sebuah badai yang telah menerjang
rumah kontrakannya, tiba-tiba sifat Zayyin berubah seketika, dia menjadi
seorang yang sangat dingin dan tidak bisa menahan emosinya. Zayyin merasa
dikhianati oleh orang yang paling dekat dengannya, orang yang sudah dia sebut
sebagai sahabat bahkan dia menganggap Bima sebagai saudaranya. Dia tidak
percaya, orang yang sangat dia percayakan justru orang yang paling beresiko
untuk menyakitinya. Siapa sangka, kedua teman yang sudah akrab dari SMA ini,
Bima dan Zayyin menyukai satu orang yang sama. Ternyata pada beberapa malam
yang telah berlalu, Zayyin menceritakan tentang orang yang dicintainya kepada
Bima, begitu pun sebaliknya. Sayangnya, keduanya tidak ada yang tahu jika
perempuan yang dimaksud keduanya adalah orang yang sama, yaitu Ica.
"BRUK!" sebuah hantaman keras
mendarat di pipi Bima.
"Dasar pengkhianat!" ucap Zayyin
yang tidak bisa menahan emosinya.
"Lo kenapa sih? kenapa tiba-tiba kayak
gini? Tenang dulu, coba jelasin dulu masalahnya apa." tanya Bima sambil
memegang pipinya yang terasa sakit karena dihantam keras oleh Zayyin.
"Jelasin? Apa lagi yang harus dijelasin?
Semuanya udah jelas."
"Serius, gue nggak tau apa-apa. Jelasin
kenapa lo tiba-tiba kayak gini sama gue."
"Lo tadi boncengan naik motor kan sama
Ica? Cewek yang jual martabak di seberang tempat kita jualan. Orang yang selalu
gue ceritain sama lo tiap malem, lo dengerin cerita gue tapi diem-diem juga lo
ngerebut dia dari gue. Dasar pengkhianat!" ucap Zayyin dengan emosi dan
dengan suara parau.
"Gue salah besar karena gue udah naruh
semua kepercayaan gue sama lo, dan lo emang bener-bener nggak bisa gue
percayain. Mungkin nggak usah ada lagi kata 'temen' diantara kita. Gue nggak
mau jualan lagi sama pengkhianat kayak lo, dan gue akan pergi dari sini."
ucap Zayyin dan dia segera masuk ke kamarnya untuk mengambil barang-barangnya
dan segera pergi dari rumah kontrakan itu.
Bima hanya bisa diam, dia tidak bisa berbuat
apa-apa, dia tidak mencegah Zayyin untuk mendengarkan penjelasannya, dia sangat
shock dengan apa yang terjadi kepada dirinya dan Zayyin pada saat itu juga. Dia
tidak menyangka, orang yang dicintainya ternyata sama dengan orang yang
dicintai teman akrabnya itu. Dia hanya bisa merenungkan kejadian yang sudah
terjadi.
Keesokan harinya, Bima tidak berniat untuk
berjualan karena dia merasa tidak ada semangat untuk berjualan. Ya, karena
kejadian semalam yang membuat Zayyin pergi dari rumah kontrakannya dan tidak
bisa berjualan lagi bersamanya. Dia hanya berbaring di tempat tidurnya
mengingat kejadian semalam, juga mengingat awal pertemanan mereka, melewati
susah senang bersama, namun karena kejadian semalam semuanya berubah secepat
itu. Dia hanya bisa menyesal, menyesal mengapa dia tidak tahu bahwa teman akrabnya
mencintai orang yang sama dengannya? Bima menenangkan dirinya sendiri, tidak
sepatutnya dia menyalahkan dirinya sendiri, tidak ada yang bisa disalahkan
dalam hal ini, semuanya berjalan seperti air yang mengalir mengikuti arus. Bima
ataupun Zayyin tidak ada yang salah diantara mereka, hanya salah paham saja
yang terjadi diantara keduanya.
Sudah tiga hari Bima tidak menjual
martabaknya, namun hari ini dia memantapkan untuk pergi berjualan, dia tidak
bisa terus-terusan terpuruk seperti ini, dia harus bangkit lagi dan melanjutkan
usahanya. Dia percaya bahwa masalahnya dengan Zayyin akan segera terselesaikan,
namun Bima sedang menunggu waktu yang tepat untuk menemui Zayyin dan
menjelaskan semua kepadanya. Sudah banyak pembeli yang mencari martabaknya di
saat dia tidak menjual martabaknya, tidak sedikit pula yang merasa kecewa. Dan
hari ini, sudah kembali seperti biasanya, sudah ada beberapa pembeli yang
mengantri untuk membeli martabaknya.
Sudah seminggu berlalu semenjak Bima berjulan
martabaknya sendiri, martabaknya semakin sepi pembeli dan sering kali tidak
habis. Banyak pembeli yang komplein, rasanya tidak seenak dulu, banyak yang
berubah dari martabaknya. Bima tahu alasannya, karena dia tidak berjualan
sepenuh hati, dia masih terpuruk, dalam membuat adonannya dia tidak sepenuh
hati padahal sesuatu yang dikerjakan dengan sepenuh hati akan terasa lebih
enak, itu kunci dari resep martabaknya yang dulu menjadi favorit banyak orang.
Melihat penjual martabak di seberangnya sepi
pembeli, Lukman merasa puas karena sudah tidak ada lagi penjual martabak yang
menyaingi martabaknya. Tidak sia-sia beberapa minggu yang lalu dia
memeberitahukan salah satu diantara keduanya bahwa salah satu temannya
memboncengkan adiknya, dia tahu bahwa dua orang teman akrab itu menyukai adiknya
dan dia menggunakan cara licik ini agar persahabatan keduanya terpecah belah
sehingga tidak ada lagi yang menghalanginya untuk menjadi penjual martabak yang
mencuri hati pelanggannya. Di lain sisi, ternyata Ica juga mengamati Bima, dia
merasa ada yang aneh dari orang yang sedang dia amati, dia heran mengapa Bima
terlihat terpuruk? Oh ya satu lagi, mengapa Bima hanya berjualan sendiri dan
tidak bersama Zayyin? Kedua pertanyaan itu menyelimuti otak Ica. Ica menoleh ke
arah kakaknya, terlihat kakaknya sedang tersenyum puas, dia heran mengapa
kakaknya seperti itu dan dia menanyakan alasannya kepada kakaknya.
"Kenapa kak kok kelihatannya seneng
banget?" tanya Ica yang penasaran.
"Gimana nggak seneng, liat tuh penjual
martabak di seberang kita sekarang sepi pembeli. hahaha." ucap Lukman
sambil tertawa puas.
"Loh kok kakak malah seneng sih? Kasian
tau, nggak boleh kayak gitu kak."
"Lo tuh kenapa sih, harusnya kita seneng
dong saingan kita lagi ada di bawah dan sekarang martabak kita yang lagi
rame."
Ica hanya menggeleng-gelengkan kepalanya
melihat sifat kakaknya yang tidak boleh ditiru itu.
"Nggak sia-sia adu domba pertemanan
mereka berdua hahaha."
Ica yang mendengar pernyataan kakaknya itu
langsung kaget dan menanyakan pada kakaknya.
"Hah? Apa kak?"
"Jadi gini loh dua orang penjual martabak
itu kan sama-sama suka kamu, dan pas kamu diboncengin salah satu dari dua orang
itu, kakak ngasih tau orang yang satunya. Denger-denger sih mereka berantem
hebat hahaha." jelas Lukman kepada Ica.
"Jadi...........ini nggak bisa
dibiarin!" ucap Ica dan dia langsung pergi.
Ica menghampiri Bima, dia berniat menanyakan
apa yang terjadi, dan jika benar ada hubungannya dengan dirinya, dia akan
membantunya.
"Hei Bim." sapa Ica kepada Bima yang
terlihat sedang melamun.
"Eh kamu Ca, ada apa?" jawab Bima
terbangun dari lamunannya.
"Gini, gue mau tanya sama lo, kenapa lo
keliatan murung gitu sih dan lebih banyak ngelamun? Lagi ada masalah ya? Kalo
boleh, cerita aja barang kali gue bisa bantu. Oh ya, Zayyin mana? Kok tumben
dia nggak ada?" tanya Ica panjang lebar.
"Hm, gimana ya.."
Awalnya Bima merasa bingung, akankah dia akan
menceritakan kepada Ica? Namun jika tidak, dia pasti akan merasakan penyesalan
lebih dalam lagi. Dan akhirnya Bima menceritakan semua yang terjadi pada
dirinya kepada Ica.
"Jadi bener?" tanya Ica memastikan.
"Hah? bener gimana Ca? Jadi kamu
tau?" tanya Bima kaget.
"Zayyin cuma salah paham, dan dibalik ini
kakak gue yang ngerencanain semua ini." jelas Ica kepada Bima tentang
kakaknya yang melakukan cara licik kepada Bima dan Zayyin.
"Kita harus nemuin Zayyin dan jelasin
semuanya sama dia."
"Iya Ca, Gue beresin semua ini dulu ya,
tunggu bentar."
Setelah membereskan semua alat dan bahan, Bima
dan Ica segera menuju ke rumah Zayyin untuk menjelaskan yang sebenarnya terjadi.
Awalnya Zayyin tidak ingin menemui keduanya, namun setelah dibujuk oleh orang
tuanya Zayyin mau menemui Bima dan Ica.
"Zayyin, gue ke sini mau jelasin semuanya
yang sebenernya terjadi. dan sebelumnya gue minta maaf dulu sama lo. Maaf
karena gue terlalu egois dan cuek sama lo. Gue egois, gue cuma mikirin perasaan
gue doang, gue juga cuek sama lo, gue nggak tau kalo orang yang lo suka itu
ternyata Ica, orang yang juga gue suka. Tolong maafin gue, gue nggak mau
kehilangan temen kayak lo, gue juga udah anggap lo sahabat gue, bahkan saudara
gue juga. Gue nggak mau cuma gara-gara ini persahabatan kita hancur."
jelas Bima kepada Zayyin dengan perasaan bersalahnya.
Zayyin masih terdiam.
"Iya Zayyin, tolong dengerin penjelasan
kita berdua, maafin kita berdua juga. Dalam hal ini lo sama Bima nggak salah,
yang salah itu kakak gue karena dia mengadu domba kalian berdua biar dia bisa
merebut kembali pembeli yang sekarang beli di tempat kalian berdua." Ica
menjelaskan semua yang terjadi sebenarnya.
"Hah? Jadi.............." Zayyin
kaget atas apa yang di ucapkan Ica.
"Iya Zayyin, semua tuh karena ulah kakak
gue, jadi lo tuh cuma salah paham aja sama Bima. Ngomong-ngomong soal perasaan
itu, jadi awalnya gue suka sama Bima, cuma ternyata lo juga suka sama gue, dan
gue nggak mau jadi perusak hubungan persahabatan kalian, jadi gue memutuskan
buat sahabatan aja sama kalian berdua, Bima juga kok."
"Iya, Zayyin." lanjut Bima.
"Kalo masalah itu gue udah nggak terlalu
mempermasalahin kok, kalo kalian sama-sama suka dan mau ada status juga nggak
apa-apa. Gue aja yang terlalu egois, mementingkan diri sendiri dan memaksakan
perasaan orang lain. Maafin gue ya Ca." jawab Zayyin.
"Bim, maafin gue ya, maafin gue waktu
kejadian itu, gue emang egois dan gak bisa mengendalikan emosi, gue egois
karena cuma mikirin perasaan sendiri dan menginginkan semua yang gue inginkan
biar jadi milik gue dan ternyata gue salah, nggak semua yang kita inginkan bisa
kita dapat, gue juga nggak seharusnya ngelarang lo buat suka sama Ica, suka kan
hak semua orang hahaha jahat banget ya gue, dan seharusnya gue nggak maksain
Ica buat suka sama gue kalo ternyata dia sukanya sama lo. Maafin gue kalo waktu
malem itu gue mukul lo, gue bener-bener emosi banget, dan maaf kalo gue
langsung pergi aja tanpa perduliin lo. Maafin gue yah Bim." ucap Zayyin
mengakui semua kesalahannya.
"Iya sama-sama ya Zayyin, maafin gue
juga."
"Yaelah kalian maaf-maafan mulu, emang
udah lebaran ya? hahaha." ledek Ica memecahkan keheningan.
"Yeee ngeselin yah ternyata." ucap
Bima.
"Tau tuh, ngeselin banget ternyata, kita
lagi mellow-mellow gini dia malah bercanda hahaha." lanjut Zayyin.
"Cie jadi udah baikan nih, gitu dong, kan
enak liatnya. Intinya jaga persahabatan kalian ya, jangan sampe persahabatan
kalian rusak gara-gara hal yang sepele dan salah paham, dan jangan terlalu
percaya sama omongan orang lain, karena biasanya mereka iri sama persahabatan
kalian jadi bikin kabar yang enggak-enggak deh." ucap Ica menasihati
keduanya.
"Siap bos!" ucap keduanya
berbarengan.
"Ke rumah gue yuk." ajak Ica.
"Mau ngapain Ca?" tanya Bima.
"Bantu gue buat jelasin semua ke kakak
gue kalo yang dia lakukan selama ini nggak baik dan tentunya dia harus minta
maaf ke kalian berdua." jelas Ica pada keduanya.
"Yaelah Ca, minta maaf nggak usah dipaksa
kali." jawab Zayyin.
"Tapi kalo nggak gitu caranya, dia pasti
akan melakukan hal yang sama lagi, dan ini nggak bisa dibiarin."
"Yaudah yuk." ajak Bima.
Setelah sampai dirumah Ica, mereka bertiga
langsung menemui Lukman, Ica menjelaskan semuanya kepada kakaknya. Lukman mengakui
kesalahannya dan akhirnya dia mau meminta maaf pada Bima dan Zayyin.
"Maafin gue yah, maaf kalo gue udah
ngehancurin persahabatan kalian berdua. Gue ngaku salah dan gue nggak bakal
mengulanginya lagi." ucap Lukman meminta maaf pada Bima dan juga Zayyin.
"Iya, kita maafin kok, Mas." jawab
Bima dan Zayyin.
Akhirnya semua masalah terselesaikan, Bima
dibantu Ica menjelaskan semuanya kepada Zayyin tentang apa yang sebenarnya
terjadi, dan hubungan persahabatan Bima dan Zayyin kembali seperti dulu lagi,
dan juga Lukman yang mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada Bima dan
Zayyin dan berjanji tidak akan mngulang kesalahannya lagi.
"Oh ya gue ada ide, gimana kalo kita
berempat bekerja sama buat buka usaha Kedai Martabak? Jadi selain menjual
martabak, kita juga nanti jual hidangan pendamping martabak, kayak minuman
gitu, dan kita lebih memperbanyak varian rasa juga mengkombinasi rasa-rasa yang
udah ada menjadi rasa yang baru, tempatnya juga dipasang wi-fi, jaman sekarang
tempat-tempat kayak gitu yang lagi nge-hits di semua kalangan, gimana?"
usul Ica kepada ketiga laki-laki yang berada di depannya.
"Ide menarik tuh, gue setuju!" jawab
Bima.
"Gue setuju banget!!!" jawab Zayyin
dengan semangat.
"Bagus. Kalo kakak gimana?"
"Setuju banget lah, lagian di sini juga
belum ada yang buka usaha kayak gitu, semoga usaha kita laris manis ya."
jelas Lukman.
"Amin." jawab Ica, Bima dan Zayyin.
"Jadi pada setuju semua nih? Yeay!!!.
Oke, secepatnya Kedai itu akan buka." lanjut Ica dengan penuh semangat.
Dua minggu kemudian, tepatnya di Jalan
Jenderal Sudirman No. 22 Desa Lebaksiu terdapat sebuah Kedai Martabak yang
menyajikan martabak dengan berbagai varian rasa, dilengkapi dengan berbagai
minuman diantaranya jus, soft drink, kopi, coklat, susu dan minuman lainnya,
kedai ini juga dilengkapi dengan wi-fi. Kedai martabak itu bernama "Kedai
Martabak PELANGI". Mereka berempat mengambil nama tersebut untuk kedainya
karena menurut mereka pelangi memiliki warna yang berbeda, namun walaupun
berbeda tetapi tetap indah menyatu begitu juga dengan martabak yang mereka
sajikan di kedainya dengan varian rasa yang berbeda, walaupun berbeda tetapi
sama-sama lezat saat dinikmati dan juga untuk persahabatan keempatnya, dalam
sebuah persahabatan pasti mempunyai banyak perbedaan, namun perbedaan itulah
yang membuat indah dalam sebuah persahabatan.
PROFIL
PENULIS
MONICA RIZQI FATMAWATI
Lebih
dikenal dengan nama Monica, lahir 16 tahun yang lalu di Tegal pada tanggal 22
Juni 1999. Gadis yang berzodiak cancer ini sedang menempuh pendidikannya di SMA
Negeri 1 Slawi, dan sekarang ia kelas XI. Sejak kecil ia sudah hobi membaca dan
mulai suka menulis saat duduk di bangku SMP, sejak disuruh mengarang bebas oleh
Guru Bahasa Indonesia. Selain itu hal
yang disukainya adalah mengoleksi novel, menonton dan menikmati hujan.
Menurutnya, saat hujan turun ia merasa damai, karena hanya suara rintikan hujan
yang ia dengar, dan disaat itu juga ia merasa lebih bersyukur. Ia sedang
merajut mimpinya untuk menjadi seorang penulis, ia mulai menuangkan pengalaman
pribadinya ke dalam tulisan. Gadis penyuka warna ungu ini bercita-cita agar
masuk ke jurusan sastra, agar ia bisa mewujudkan mimpinya seperti penulis
favoritnya yaitu Raditya Dika dan Dwitasari. Dan dia ingin saat mimpinya
terwujud ada orang spesial yang bilang "Kalo
buku lo udah terbit, gue harus jadi orang pertama beli buku lo dan dapet tanda
tangan dari lo." Dia sangat aktif di semua sosial media dan bisa
dihubungi lewat sosial medianya.
Twitter: @rizqimo
Facebook: Monica Rizqi
Blog: www.rizqimonica.blogspot.com
Dan semua sosmednya @rizqimo
First cerpen yang aku bikin nih, di latar belakangi oleh
tugas Bahasa Indonesia wkwkwk. Maklum masih amateur, semoga dari penulis yang
amateur bisa menjadi penulis profesional. Huahahaha amin btw setelah sekian
lama bikin blog baru ngepost karya sendiri nih.
Oke bhay ♡
Tidak ada komentar:
Posting Komentar